Tindakan Bung Karno jelas nggak disenengin boss-boss besar perusahaan
minyak asing, apalagi Bung Karno berhasil rebut Irian Barat, gertak
Imperialis Inggris, bilang ke Malaysia, “Revolusi Indonesia adalah
lonceng kematian imperialisme” dalam ancamannya ke Malaysia Bung Karno
berpidato yang konteks-nya amat berjangkauan panjang “sebab het wezen
atau inti daripada imperialisme adalah, membuat bangsa-bangsa tidak
berdiri di atas kaki sendiri. Prinsip inti imperialisme ialah membuat
bangsa-bangsa memerlukan barang-barang bikinan imperialis, memerlukan
persenjataan pihak imperialis, memerlukan bantuan pihak imperialis”
Disini Bung Karno sudah memperkirakan bahwa pada akhirnya akan ada
bentuk NeoImperialisme dalam bentuk Modal yang membuat bangsa-bangsa
‘lemah modal’ bergantung pada bangsa ‘kuat modal’.
Keberanian Bung
Karno ini kemudian bikin marah boss-boss minyak asing, apalagi Bung
Karno bisa rebut Irian Barat dengan diplomasi gertak tanpa harus
menembakkan sebiji rudal-pun. Setelah Irian Barat takluk, Negara barat
pun menggunakan taktik intelijen dan kontra intelijen buat ngadepin Bung
Karno, akhirnya Bung Karno jatuh beneran di tahun 1967. Dia diinternir,
setelah kejatuhan Bung Karno masih ada Ibnu Sutowo yang mati-matian
masih pegang amanat Bung Karno bikin Permina besar, semasa awal Orde
Baru nama Permina diganti jadi Pertamina, Suharto sendiri belum
menemukan orang sehebat Ibnu Sutowo yang bermodalkan hanya tambang
minyak tua di Pangkalan Brandan dengan empat meja dan lima kursi serta
tiga sepeda bisa membangun kilang minyak terbesar di Asia. Saat itu Ibnu
berambisi menjadikan Pertamina sebagai perusahaan minyak raksasa,
sebagai pendorong ekonomi nasional, semua lini industri dimasuki
Pertamina untuk memancing perekonomian swasta bergerak, mulai dari Real
Estate, Pangan sampai pada Rumah Sakit, dibawah jaringan Pertamina. Ibnu
juga berani maen spekulasi, ia bangun LNG, gas cair yang ditertawakan
pembesar Jepang, tapi Ibnu berhasil dengan spekulasi itu, lalu Ibnu
dijebak pada pembatalan pinjaman jangka panjang, Ibnu dituduh korupsi,
Pak Harto juga takut bila Ibnu besar maka akan mudah membiayai
lawan-lawan politiknya, saat itu rivaal Suharto masih kuat dan awalnya
mereka dulu atasan Suharto seperti Nasution, Bung Hatta atau Sri Sultan
HB IX, Suharto juga takut dengan anak buahnya yang naik daun macam
Jenderal Mitro, Jenderal Jusuf ataupun Jenderal Ali Moertopo, semua
adalah ancaman Suharto dalam merebut Istana Merdeka dari tangan Suharto.
Mundurnya Ibnu Sutowo, juga berarti hancurnya rencana besar minyak
nasional yang berencana bukan saja sebagai Perusahaan Minyak terbesar di
Asia, tapi Perusahaan Minyak terbesar di dunia.
Kini saya hanya
mengelus dada, melihat SPBU-SPBU asing itu menguasai pinggir-pinggir
jalan raya, bahkan untuk menguasai pasar retail saja orang Indonesia
tidak bisa menjadi Panglima-nya. Kini orang Indonesia dipaksa beli
Pertamax oleh pemerintahan budak asing ini, padahal persediaan Premium
masih berlimpah, Pemerintah hanya ingin jual Premium ke pasar spekulasi,
banyak orang Indonesia susah karena didikte atas kemauan Pasar Bebas.
Benar kata Bung Hatta di masa lampau di tahun 1954 ketika berpidato di
depan Pabrik Tekstil milik pengusaha Indonesia yang baru aja diresmikan
sendiri oleh Bung Hatta “Apalah arti Kemerdekaan bila orang Indonesia
tak punya hak-hak ekonomie-nya?”